Tag Archives: performansi

Tipologi Poor performers

James L. Perry (dalam buku MSDM, Faustino CG) mengungkapkan bahwa terdapat tujuh tipe pekerja yang tergolong Poor Performers (para pekerja yang tidak mencapai performansi kerja seperti yang diharapkan), yaitu:

  1. The Time Bomb, tipe ini cenderung membuat ribut atau cenderung naik darah / marah jika ditempatkan dibawah tekanan. Supervisor atau pekerja yang lain cenderung menghindari bahkan mengasingkan tipe pekerja yang demikian.
  2. The Wet Blanket, tipe ini cenderung bertahan pada batas unit organisasinya dan biasanya berkisar pada upaya membenarkan diri. Tipe ini merasa terhina / keberatan bila tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan atau aktifitas kelompok, akan tetapi perilaku yang khas adalah menyelipkan harapan-harapan yang suram atau kekhawatiran. Cenderung naik darah / marah yang mencerminkan sikap negatifnya yang mempermasalahkan orang lain atau meremehkannya.
  3. The Isolate, tipe ini merupakan orang yang pendiam dan penuh rahasia, tidak banyak omong, serta sulit berkomunikasi dan kurang berinisiatif. Cenderung puas dan bangga sesuai dengan batasan norma organisasinya.
  4. The Really Nice Person, tipe ini dilihat dari segi sifat kepribadian, penampilan, persahabatan atau beberapa gabungan dari semua faktor tersebut sangat disukai oleh orang lain. Walaupun performansi kerjanya rendah, kurang baik tetapi terlihat terlalu baik untuk diberi hukuman.
  5. The Excuse Maker, tipe ini merupakan orang mempunyai seribu satu macam alasan atas tindakannya terutama berkaitan dengan performansi kerja. Pelaksanaan pekerjaannya berkualitas di bawah standar dan selalu membenarkan diri dengan mengemukakan berbagai alasan yang sebenarnya tidak masuk akal.
  6. The Loose Cannon, tipe ini sebenarnya merupakan tipe pekerja yang mampu hampir dalam semua aspek, akan tetapi karena terlampau semangat dengan pekerjaannya menyebabkan tidak terarah dan sering kali menimbulkan persoalan bagi para manager. Tipe ini sering disebut dengan crusaders.
  7. The Employee with Paralysis of Indecision, pekerja yang bertipe ini sebenarnya mempunyai kemampuan dalam semua aspek, dimana kondisi organisasi normal, aturan yang jelas, dan standar yang mudah dipahami. Permasalahan timbul bilamana tipe pekerja ini dihadapkan pada keadaan yang menuntut penilaian dan pola pengambilan keputusan yang cepat dari dalam dirinya. Ini disebabkan kurangnya rasa percaya diri, kurangnya akan keberanian dalam mengambil keputusan serta terlampau khawatir.

Strategi meningkatkan efektifitas penilaian performansi

Langkah-langkah untuk meningkatkan efektifitas penilaian performansi adalah sebagai berikut:

  1. Sesuaikan kriteria performansi dengan situasi-situasi pekerjaan,
  2. Gunakan pendekatan penilaian performansi yang partisipatif,
  3. Fokuskan pada perilaku-perilaku tertentu atau pencapaian tertentu,
  4. Fokuskan pada problem solving dari pada judgment,
  5. Pisahkan diskusi mengenai gaji dari penilaian performansi,
  6. Berilah latihan kepada para evaluator performansi.

Tipe penilaian pada judgment performance

Dua tipe penilaian yang didasarkan pada judgment performance adalah:

  1. Rating method, merupakan bentuk penilaian performansi yang luas dipakai. Metode ini melibatkan sejumlah perilaku yang terkait dengan pekerjaan yang telah dirumuskan. Kelemahan dari metode ini adalah ukuran performansi yang dirumuskan sangat rentan terhadap kesalahan yang sifatnya judgmental dan ini cenderung mengurangi relevansi, reliabilitas, dan lainnya.
  2. Ranking method, merupakan bentuk lain dari rating method untuk mengatasi kelemahnya rating method dan dipaksa diurutkan berdasarkan nilai. Kelemahan dari metode ini ini adalah memaksa manajer untuk menyusun/menilai para pekerja berdasarkan ranking (urutan nilai) walaupun kemungkinan ada yang mempunyai ranking yang sama.

Langkah mengembangkan BARS

Langkah untuk mengembangkan kriteria BARS adalah:

  • Para supervisor dan bawahan mengidentifikasikan dimensi performansi tingkah laku yang penting yang berkaitan dengan pekerjaan.
  • Kelompok yang sama juga mengidentifikasikan perangkat behavioral incidents yang terkait dengan masign-masing dimensi performansi yang utama.
  • Behavioral incidents dinilai menurut tingkat keinginan ataunya pentingnya, didasarkan pad bobot penerimaan masing-masing.
  • Rating scale dikembangkan untuk semua dimensi performansi.
  • Evaluator menggunakan rating scale ini untuk menilai perilaku pekerja.

Keuntungan dan kelemahan result-based performance

Keuntungan dari tipe result-based performance adalah:

  • Tersedianya target-target performansi,
  • Ukurannya lebih spesifik dan dapat diukur,
  • Cenderung mengurangi kesalahan yang sifatnya memfonis,
  • Secara langsung berkaitan dengan pencapaian tujuan.

Kelemahan dari tipe result-based performance adalah:

  • Banyaknya pekerjaan yang tidak dapat dikuantifikasikan ukurannya,
  • Pekerja cenderung mengabaikan dimensi performansi yang bersifat non-kuantitatif,
  • Dapat terjadi berkurangnya bentuk kerja sama diantara para pekerja.

Ciri utama program MBO

Ciri utama dari program MBO meliputi:

  • Sasaran performansi ditetapkan oleh atasan bersama dengan para bawahan.
  • Sasaran cenderung lebih realistis dan menantang karena mencerminkan kebutuhan organisasi dan anggotanya.
  • Tanggung jawab dan tugas dipercayakan pada individu atau kelompok kerja, karena para anggota tahu apa yang diharapkan dan proses pencapaiannya.
  • Peninjauan perkembangan secara periodik diadakan guna mengetahui seberapa jauh pelaksanaan pekerjaan.
  • Performansi pekerjaan dinilai atau dievaluasi berdasarkan apa yang telah dicapai oleh para pekerja.

Tipe Kriteria Performansi Pekerjaan

Berdasarkan titik acuan penilaian, ada tiga tipe kriteria penilaian performansi yang saling berbeda, yaitu:

  1. Penilaian performansi berdasarkan hasil (Result-based performance evaluation), dimana tipe ini merumuskan performansi pekerjaan berdasarkan pencapaian tujuan organisasi, atau mengukur hasil akhir dengan cara mengikut sertakan dan melibatkan para pekerja. Ini biasanya disebut dengan Management By Objective (MBO).
  2. Penilaian performansi berdasarkan perilaku (Behavior-based performance evaluation), dimana tipe ini mengukur performansi berdasarkan sarana pencapaian sasaran dan bukan hasil akhir dan utamanya pada perilaku para pekerja. Dan ini biasanya dikenal dengan Behaviorally Anchored Rating Scales (BARS).
  3. Penilaian performansi berdasarkan nilai (Judgment-based performance evaluation), tipe ini mengukur performansi kerja berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik seperti quantity of work, quality of work, job knowledge, cooperation, initiative, reliability, interpersonal competence, dependability, personal qualities, dan lain sebagainya. Ini yang disebut dengan tipe tradisional.

Pengertian dan tujuan performansi pekerjaan

Performansi adalah cacatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu. (Bernandin & Russell). Sedangkan yang dimaksud dengan penilaian performansi adalah suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individu-individu anggota organisasi kepada organisasinya. (Kae E. Chung & Leon C. Megginson).

Tujuan dari penilaian performansi terbagi atas dua macam, yakni :

  • Untuk me-reward performansi sebelumnya, dan
  • Untuk memotivasikan perbaikan performansi pada yang waktu yang akan datang.

Ada 2 syarat utama yang diperlukan untuk melakukan penilaian performansi yang efektif, yaitu:

  • Adanya kriteria performansi yang dapat diukur secara objektif,
  • Adanya objektifitas dalam proses evaluasi.

Kelebihan dan kelemahan pada model yg berorientasi pada hasil (RODs)

Model RODs ini mempunyai kelebihan-kelebihan, diantaranya adalah:

  • Model ini menyediakan sarana untuk menghubungkan input-input personil terhadap output organisasi bagi perencana program.
  • Model ini menyediakan sarana untuk memperkenalkan pada pekerja baru atas harapan, tujuan MBO yang ditetapkan serta evaluasi performansi.
  • Model ini memberikan gambaran jelas mengenai harapan performansi organisasi, kualifikasi minimal yang dibutuhkan untuk promosi atau penempatan pegawai.
  • Memberi peningkatan terhadap para manager terhadap produktifitas.

Sedangkan kelemahan dari model RODs ini diantaranya adalah:

  • Bilamana ada perubahan dalam syarat standarisasi, maka ini menuntut untuk dilakukan peninjauan ulang kembali atas RODs.
  • Setiap kedudukan menuntut RODs tersendiri.
  • Beberapa kedudukan tidak mempunyai standar performansi yang tidak dapat diukur.